Kejadian peretasan yang dialami oleh BSI (Bank Syariah Indonesia) telah menimbulkan dampak yang sangat berarti bagi dunia perbankan di Indonesia. Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menyebut kejadian tersebut sebagai pelajaran yang sangat mahal dan menekankan pentingnya perhatian yang lebih besar terhadap pengamanan sistem yang digunakan oleh lembaga keuangan. Dia mengatakan bahwa membangun sistem IT, melakukan digitalisasi, dan menjaga aspek keamanan (security) merupakan tantangan utama yang harus dihadapi oleh dunia perbankan di masa depan.
Menurut Misbakhun, pengamanan dan keamanan data menjadi hal yang sangat penting. Meskipun sebuah bank memiliki basis data dan sistem IT yang canggih, namun jika sistem yang digunakan tidak mampu diamankan dengan baik, hal tersebut akan memberikan celah bagi timbulnya masalah baru. Oleh karena itu, keamanan siber (cyber security) di dunia perbankan perlu dibuat berlapis-lapis guna mengurangi kejahatan di era digital.
Anggota Komisi XI DPR RI, Hendrawan Supratikno, juga mengungkapkan pandangan serupa. Dia menyatakan bahwa cyber security harus menjadi fokus manajemen risiko di era digital. Alasan dibalik pentingnya manajemen keamanan yang berlapis-lapis adalah karena adanya kemungkinan adanya persekongkolan antara orang dalam, konsultan IT, dan spesialis pembobol (hackers). Setiap kasus pembobolan harus diselidiki secara seksama.
Junaidi Auly, anggota Komisi XI DPR RI, juga menyampaikan keprihatinan serupa. Ia menekankan perlunya perbankan dan pemerintah meningkatkan sensitivitas terhadap keamanan dan ancaman siber yang terus berkembang. Junaidi mendorong setiap perbankan, termasuk BSI, untuk melakukan evaluasi keamanan layanan serta membangun dan meningkatkan efektivitas antisipasi melalui strategi alternatif dan respons terhadap berbagai risiko kejahatan siber. Menurutnya, perbankan harus menyadari tingkat keamanan layanan yang dimiliki saat menghadapi perkembangan ancaman. Peningkatan ancaman siber harus diiringi dengan peningkatan keamanan layanan.
Junaidi juga menegaskan bahwa ada implikasi serius dari kejahatan siber di dunia perbankan, termasuk kerugian finansial bagi perbankan dan nasabah, serta keraguan nasabah terhadap keamanan perbankan. Ia mendorong roda kesiapan keamanan siber berputar lebih cepat daripada roda kejahatan siber. Jika kesiapan keamanan lambat, risiko dan gangguan terhadap layanan perbankan nasional dapat meningkat. Oleh karena itu, pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan harus hadir dengan lebih kuat untuk memperkuat keamanan siber dan perlindungan siber.
Junaidi juga berharap Kementerian BUMN dan jajaran direksi BSI bersikap transparan terkait permasalahan ini. Menurut Junaidi, memperkuat keamanan siber bukan hanya menjadi tanggung jawab perbankan semata, tetapi juga membutuhkan dukungan pemerintah dalam membangun model yang lebih efektif dalam mengantisipasi serangan siber di masa depan.